Ribut Impor Kapal, Ada Apa Di Baliknya? |
7:16:11 PM | PIYUNGAN ONLINEhttps://plus.google.com/114751447713313717725noreply@blogger.com |
|
Ribut-ribut mengenai impor kapal dari Tiongkok terjadi setelah Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik, Natsir Mansyur mengatakan bahwa Kadin akan melakukan pengadaan 500 unit kapal yang di impor dari Cina dan Myanmar. Impor kapal tersebut akan dilakukan dalam jangka waktu lima tahun, dengan nilai investasi sebesar 5 miliar dolar (Rp 60 triliun).
Natsir berpendapat bahwa langkah impor kapal tersebut dilakukan guna mendukung visi maritim pemerintahan Jokowi-JK. Dengan struktur geografis Indonesia yang berupa negara kepulauan, transportasi laut merupakan yang paling tepat untuk mengangkut logistik secara efisien dari satu daerah ke daerah lainnya. Dengan menggunakan transportasi laut, konektivitas antar daerah bisa berjalan dengan baik.
Sebenarnya impor kapal tersebut sudah mulai direncanakan sejak 2013 lalu, tetapi saat itu terjadi penolakan oleh berbagai pihak sehingga belum terealisasi. Setelah Presiden Jokowi mencanangkan program kedaulatan maritim dan tol laut, maka pengadaan kapal mulai direalisasikan. Natsir mengatakan, kapal-kapal yang didatangkan dari Cina dan Myanmar hanya memiliki kapasitas 3000 sampai 5000 Deadweight Tonnage (DWT), dan hanya digunakan untuk berlabuh di pelabuhan-pelabuhan kecil. Berbeda dengan kapal untuk penumpang yang biasanya memiliki kapasitas sekitar 20 ribu DWT.
Berkah MoU di KTT APEC
Natsir Mansyur sendiri selain menjabat sebagai Wakil Ketum Kadin juga merupakan pemilik dari PT Zadasa International yang telah berhasil melakukan MoU dan menggandeng perusahaan asal Tiongkok Shen Zhen Tian He Wei Hang dalam kesempatan KTT APEC di Beijing tanggal 10 November lalu.
Zadasa sendiri memang salah satu perusahaan yang masuk sebagai anggota untuk mewujudkan proyek pembangunan tol laut Jokowi. Sebelumnya Natsir mengatakan bahwa perusahaannya akan mendatangkan 500-2.500 kapal yang memiliki kapasitas berkisar antara 1.500-3.000 TEUS (twenty-foot equivalent unit). Saat itu Zadasa mengatakan bahwa proses mendatangkan kapal China ini, akan dilakukan dalam 5 tahun ke depan. Disebutkan pula, pihaknya akan menggelontorkan dana sekitar Rp 15 triliun untuk pembelian kapal ini. Pendanaannya akan didapatkan dari pinjaman perbankan.
Menurut Natsir industri galangan kapal dalam negeri masih terbatas, sehingga harus mengimpor dari negara lain. Ia berpendapat bahwa produksi kapal di Indonesia hanya sebanyak 3-5 per tahun, masih jauh dari kebutuhan.
Ditentang Sejak 2013
Pada tahun 2013 lalu setelah Natsir yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah dan Bulog mengatakan rencana impor kapal dari Tiongkok, Kementerian Perindustrian sudah menentang langkah tersebut.
Menteri Perindustrian saat itu yaitu M.S. Hidayat mengungkapkan langkah impor yang diambil Kadin tidak tepat karena tidak ikut memperkuat industri dalam negeri.
Menurut Hidayat penurunan biaya logistik dapat diupayakan melalui perbaikan sistem, efisiensi penggunaan pelabuhan, penurunan tarif, dan pemberantasan pungutan liar. Karena itu Menperin mengatakan bahwa pemberian insentif terhadap investasi pengadaan kapal melalui impor itu hampir dipastikan tidak akan ada.
Menperin saat itu mengungkapkan pemerintah akan mempertimbangkan pemberian insentif jika pemenuhan kebutuhan kapal berasal dari dalam negeri.
Ketidaksetujuan impor kapal juga dinyatakan oleh Direktur Utama PT. Industri Kapal Indonesia (IKI), Saiful A Bandung Bismono. Menurutnya, Sikap tersebut dinilai akan mengancam produksi kapal nasional yang saat ini tengah bergairah bahkan bisa saja mematikan produksi kapal utamanya yang menjadi kewajiban dari PT IKI selaku perusahaan BUMN yang dipercaya pemerintah selama ini.
Kecaman senada juga dilontarkan oleh Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) Eddy Kurniawan Logam. Eddy juga membantah anggapan bahwa industri kapal dalam negeri tidak mungkin bisa memenuhi kebutuhan kapal untuk pemerintah.
Menurut Eddy, kemampuan galangan nasional saat ini terus tumbuh, sejalan dengan program pemberdayaan angkutan laut nasional. Tetapi, pertumbuhan tersebut belum optimal akibat hambatan kebijakan fiskal dan moneter yang memberatkan.
Jadi siapa sebenarnya yang ngebet impor kapal? Dan untuk siapa?
Ika Akbarwati
*sumber: selasar.com
|
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !