PIYUNGAN ONLINE Portal Berita, Politik, Dakwah, Dunia Islam, Kemasyarakatan, Keumatan Akhirnya, Pemprov Sumut Raih WTP | 5:00:10 AM | PIYUNGAN ONLINEhttps://plus.google.com/114751447713313717725noreply@blogger.com |
| MEDAN - Untuk pertama kalinya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) tahun 2014.
Namun, masih ada beberapa catatan temuan yang perlu ditindaklanjuti. "Opini BPK atas hasil pemeriksaan LKPD tahun 2014, adalah wajar tanpa pengecualian (WTP)," ujar anggota III BPK, Prof Eddy Mulyadi Soepardi, dalam Rapat Paripurna Istimewa Hasil Audit BPK atas LKPD Provinsi Sumut tahun anggaran 2014 di gedung Dewan, Jalan Imam Bonjol, Medan, Jumat (12/6).
Meski mendapat opini WTP, BPK masih menemukan kelemahan sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan kepada perundang-undangan. Secara umum beberapa temuan tersebut ada pada sisi penerimaan negara yaitu penerimaan langsung penggunaan biaya pengganti pelayanan atau tera ulang sebesar Rp2,364 miliar, retribusi pelayanan kesehatan sebesar Rp82juta, dan pungutan sumbangan pihak ketiga kepada masyarakat sebesar Rp4,809 miliar, dianggap tidak memenuhi definisi sumbangan.
Pada sisi belanja, BPK menemukan 18 paket pekerjaan peningkatan jalan provinsi yang dilaksanakan tidak sesuai kontrak sebesar Rp2,204 miliar. Dari temuan tersebut, beberapa di antaranya harus dikenakan denda keterlambatan minimal Rp759juta. Selain itu ada juga kekurangan volume pengerjaan pada seluruh SKPD sebesar Rp796juta.
Sementara pada sisi aset, kelemahan yang masih ditemukan BPK yakni saldo investasi nonpermanen dengan dana bergulir senilai Rp6,333 miliar. Dana bergulir tersebut diragukan tertagih senilai Rp1,716 miliar. "Ini tidak dapat diyakini kewajarannya," kata Eddy. Penatausahaan aset juga dianggap belum tertib. Saldo aset tetap senilai Rp91,340 miliar masih diragukan kewajarannya.
Penyajian saldo aset lainnya yang tidak dapat diyakini kewajarannya sebesar Rp21,407 miliar. Pada sisi kelemahan yang masih ditemukan BPK seperti tahun sebelumnya adalah Pemprov Sumut masih memiliki kekurangan dalam menyalurkan dana bagi hasil pajak daerah ke kabupaten/kota sebesar Rp 2.142.272.794.815.
Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho, menanggapi hal tersebut menyebutkan, meski mendapat opini WTP, melalui Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumut nantinya akan tetap menindaklanjuti beberapa temuan yang dipaparkan BPK. "Nanti temuan-temuan itu sekda yang menindaklanjutinya," ujar Gatot.
Sumber: Sindonews
|
Problem Pernikahan Aktivis Dakwah | 4:30:01 AM | PIYUNGAN ONLINEhttps://plus.google.com/114751447713313717725noreply@blogger.com |
| Oleh Iva Wulandari
Problem yang sering saya temui di ruang diskusi pranikah, adalah bahwa seringkali seseorang, entah ikhwan atau akhwat, begitu "pusing" membuat check list kriteria yang akan ditulisnya di proposal. Sebisa mungkin seluruh detail pasangan impian harus dituliskan dan tak boleh ada yang terlewatkan. Soal standard keilmuan, soal kemampuan bahasa arab, dan yang paling difavoriti adalah soal hafalan Qur'an.
Banyak yang saya tanya ketika saya tanya balik tentang kemampuan tsaqofah, bahasa arab ataupun hafalan, ternyata tidak sepadan dengan pasangan yg ingin didapatkan.
'Bukankah setiap orang ingin mendapatkan pasangan yg jauh lebih baik?' Ya. Tentu saja. Tapi, sebenarnya orang yang "kurang" saja lah yang selalu menginginkan mendapat ia yang "lebih".
Padahal, alfamen dan alfawomen (laki-laki atau wanita yang berkualitas dalam berbagai segi) tidak menyibukkan diri pada area "daftar kriteria". Yang mereka kedepankan ialah kesamaan visi dan misi pernikahan apakah sejalan dengan calon pasangan. Sebab, mereka tahu benar, janji Allah itu selalu tepat. Laki-laki yang baik untuk wanita yang baik, pun sebaliknya.
Sayangnya, masih banyak juga orang yang menilai dirinya LEBIH dari apa yang sebenarnya ada pada dirinya. Hingga banyak yang ketika membahas tentang proposal nikah, perhatiannya soal kriteria saja. Ketika ditanya "Sudah siap visi misi pernikahan ke depan, belum?" Jawabnya "belum".
Pun bagi aktivis dakwah. Banyak yang masih begini. Ketika ditanya "Udah punya proyeksi dakwah paska nikah nanti belum?" jawabnya "belum" atau "bingung". Padahal, ini adalah pembeda antara proses nikah orang biasa dan aktivis dakwah.
Orang biasa dan aktivis dakwah boleh saja menempuh jalan yang sama-sama syar'i menuju pernikahan: ta'aruf. Tapi, visi-misi dan proyeksi dakwah-lah yang membedakan. Dimana sejatinya, inilah yang lebih utama untuk DITEMUKAN antara kita dengan calon pasangan. Apakah proyeksi dakwah ke depan sejalan atau bisa disinergikan. Tapi, sayang.. masih banyak aktivis dakwah kita yang begitu bicara proses menuju pernikahan atau proposal nikah, perhatiannya hanya pada satu perkara itu:daftar kriteria.
Semoga pernikahan kita yang sudah diiktiarkan dengan proses syar'i kemudian akan menjadi rumah tangga yang panjang nafas dakwahnya. Hingga dari pernikahan ini akan lahir tunas-tunas dakwah. Aamiin..
|
|
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !