PIYUNGAN ONLINE Portal Berita, Politik, Dakwah, Dunia Islam, Kemasyarakatan, Keumatan Umar bin Abdul Aziz "Dibakar" Anaknya yang 17 Tahun | 7:17:32 PM | PIYUNGAN ONLINEhttps://plus.google.com/114751447713313717725noreply@blogger.com |
| Belum lama Umar bin Abdul Aziz merebahkan badannya, datanglah Abdul Malik, anaknya yang saat itu baru menginjak usia ketujuh belas. "Apa yang Anda lakakukan, wahai Amirul Mukiminin?" tanya Abdul Malik dengan sopan dan tegas. Umar menjawab, "Anandaku, aku ingin istirahat sejenak. Tiada lagi tenaga yang tersisa dalam jasadku." Abdul Malik tak diam mendengar penuturan ayahandanya, "Apakah Anda akan istirahat sebelum mengembalikan harta yang diambil secara lalim kepada yang berhak, wahai kau Amirul Mukminin?" "Wahai, Ananda, semalam suntuk aku tidak tidur mengurus pamanmu Sulaiman: Jika tiba waktu Dhuhur tiba nanti, Insya Allah akan aku lakukan hal tersebut." "Siapa yang menjamin hidup Anda sampai Dhuhur, wahai Amirul Mukminin?" Kumpulan kata-kata itu seakan membakar kembali semangat Umar dan mengusir rasa kantuk dari kedua matanya, menyegarkan kembali kekuatan dan tekadnya pada tubuh yang lunglai dan capai itu. "Ananda, mendekatlah kemari.!" ucap Umar. Usai mendekat, Umar lantas mendekap hangat dan mencium keningnya seraya berucap, "Alhamdulillah. Segala puji milik Allah yang melahirkan anak keturunan yang membantuku dalam agamaku." Lalu, ia beranjak dan memerintahkan untuk menyeru rakyatnya, mengumumkan kepada mereka, "Ketahuilah, barangsiapa yang hartanya telah diambil secara lalim, hendaknya dia mengangkat permasalahannya." (ri) Oleh: Muhammad Sholich MubarokSumber: http://bersamadakwah.net/kalimat-yang-membakar-umar-bin-abdul-aziz-dari-anak-17-tahun/ |
Tentang Hukum Bersetubuh di Waktu Sahur | 7:14:47 PM | PIYUNGAN ONLINEhttps://plus.google.com/114751447713313717725noreply@blogger.com |
| Hubungan seksual diharamkan pada saat kita sedang dalam keadaan berpuasa. Bila hal itu dilakukan di dalam puasa Ramadhan, selain membatalkan puasa, juga pelakunya terkena kaffarat.
Makna kaffarat adalah denda karena pelanggaran kesucian bulan Ramadhan. Bentuknya ada tiga level. Pertama, diwajibkan untuk membebaskan budak. Kedua, diwajibkan untuk berpuasa 2 bulan berturut-turut. Ketiga, diwajibkan untuk memberi makan fakir miskin sejumlah 60 orang.
Namun bila hubungan suami-isteri itu dilakukan di luar jam-jam kewajiban puasa, walau beberapa menit menjelang waktu shubuh, atau beberapa menit setelah masuknya waktu Maghrib, hukumnya halal.
Karena batas waktu puasa sejak mulai masuknya waktu Shubuh, bukan imsak, hingga masuknya waktu Maghrib. Sedangkan di luar kedua waktu itu, tidak wajib puasa. Sehingga boleh saja bila melakukan hal-hal yang diharamkan saat berpuasa.
Dalilnya adalah firman Allah SWT:
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. (QS Al-Baqarah: 187)
Masalah mandi janabah yang anda tanyakan, sebenarnya tidak menjadi masalah. Sebab syarat puasa itu berbeda dengan syarat shalat. Kalau shalat membutuhkan syarat berupa kesucian dari hadats kecil dan hadats besar, maka ibadah puasa justru tidak mensyaratkan keduanya.
Sehingga boleh-boleh saja seorang yang sedang dalam keadaan berhadats besar (janabah) untuk berpuasa, dengan melewati waktu shubuh dalam keadaannya seperti itu. Dalam kata lain, seseoran yang belum mandi janabah lalu melewati waktu shubuh dalam keadaan itu, hukum puasanya tetap sah.
Tinggal yang harus dikerjakan adalah bahwa dia tetap wajib melakukan shalat shubuh. Dan shalat shubuhnya mensyaratkan kesucian dari hadats besar dan hadats kecil sekaligus. Sebelum waktu shubuhnya selesai, dia harus sudah mandi janabah dan selesai mengerjakan shalat shubuh.
Kebolehan masih melakkukan hubungan suami-isteri di saat-saat sahur ini juga harus dilakukan dengan hati-hati, serta dengan sangat memperhatikan masuknya waktu shubuh. Sebab bila keasyikan dan lupa waktu, lalu masih melakukannya padahal shubuh sudah masuk waktunya, maka akibatnya bukan hanya puasanya yang batal, tetapi juga terkena denda (kaffarat) yang lumayan berat. Karena itu pesan kami, boleh dilakukan tapi hati-hati dan ingat waktu. (ri/rumahfiqih)
|
|
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !