Satu bulan lebih Presiden Joko Widodo menjabat sebagai Presiden sekaligus kepala pemerintahan. Di masa bulan madu ini masih tampak jajaran pemerintahan belum terkonsolidasikan dengan baik. Akibatnya, tidak sedikit kebijakan Pemerintahan Jokowi panen kritik bahkan dinilai offside.
Performa Presiden Jokowi selama satu bulan lebih ini masih tampak belum berjalan maksimal. Sejumlah kesalahan tidak sedikit muncul di ruang publik. Meski diktum populer menggambarkan The king can do no wrong, bila di level pembantu presiden salah, Presiden tetap tidak salah..
Namun, dalam pengelolaan negara tentu ada aturan main. Ada norma yang mengatur presiden dan para jajarannya dalam mengelola negara ini. Tidak bisa sesuai dengan selera hati. Guru besar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra urun saran kepada Jokowi. "Saran saya, Presiden harus sediakan waktu sedikitnya 3 jam sehari untuk membaca setiap laporan bawahan, intelejen dan surat-surat masuk," kata Yusril.
Dalam satu bulan terakhir ini, beberapa hal yang blunder dilakukan Presiden Jokowi. Seperti keputusan Presiden Jokowi menghapus Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) saat menggelar e-blusukan dengan perwakilan TKI di 8 negara. "Masalah sudah disampaikan, sudah kita catat. Yang saya mau sampaikan satu, KTKLN dihapus sudah," kata Jokowi akhir pekan lalu.
Rupanya kebijakan spontan Jokowi menghapus KTKLN menimbulkan masalah hukum yang tidak sederhana. Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PPP Okky Asokawati mengatakan kebijakan penghapusan KTKLN oleh Presiden Jokowi secara prinsip sudah benar. "Meski ada hal yang juga prinsip tampaknya diabaikan oleh Presiden," kata Okky dalam siaran persnya, Selasa (2/12/2014).
Menurut dia, penghapusan KTKLN oleh Presiden Jokowi telah menabrak amanat Pasal 62 ayat (1) UU No 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI. Semestinya, imbuh Okky, agar langkah Presiden tepat sesuai aturan perundang-undangan, "Penghapusan KTKLN dipayungi melalui penerbitan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu)," tegas Okky.
Bagian lain, saat Jokowi mengintruksikan menenggelamkan kapal asing yang melakukan pencurian ikan di perairan Indonesia juga menimbulkan perbedaan pendapat di internal pemerintahan. "Nggak usah tangkap-tangkap, langsung saja tenggelamkan. Tenggelamkan 10 atau 20 kapal, nanti baru orang mikir," kata Jokowi di Istana Negara, Selasa (18/11/2014).
Pernyataan serupa ditegaskan Jokowi pada 24 November 2014 lalu. Menurut dia, instruksi dirinya cukup jelas dalam merespon praktik illegal fishing. Menurut dia, dalam proses menenggelamkan kapal pihak asing, terlebih dahulu diselamatkan. "Perintahnya jelas, selamatkan orangnya, tenggelamkan kapalnya. tegas ini," tegas Jokowi, di Istana Bogor, Senin (24/11/2014).
Namun, pernyataan Jokowi itu tidak sejalan dengan pendapat Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Menurut Panglima TNI, ada cara yang lebih elegan dalam merespons aksi illegal fishing di perairan Indonesia. "Ada cara-cara yang elegan, cara-cara yang bisa diterima pihak internasional," kata Moeldoko awal pekan ini.
Menurut dia, yang penting dalam konteks tersebut, bangsa Indonesia harus memiliki ketegasan dalam menyikapi aksi illegal fishing dan praktik illegal lainnya.
Wakil Ketua DPR RI Taufk Kurniawan mengomentari sejumlah kebijakan Presiden Jokowi yang cenderung offside. Ia menyebutkan agar para pembantu presiden dapat memberi masukan yang benar kepada Presiden. "Pembantu presiden harus aktif memberikan masukan kepada presiden agar tidak ada misspersepsi," cetus Taufik sebelum Sidang Paripruna DPR, Selasa (2/12/2014).
Menurut dia, Presiden dalam mengeluarkan kebijakan yang populis dan bagus tetap melekat pada dirinya ketentuan peraturan perundang-undangan agar tidak bertentangan. "Saran saya, para menterinya di-upgrading. Jadi para pembantunya perlu mengikuti program matrikulasi dulu. Kasihan Jokowi kalau sering salah," sesal politisi PAN ini. [
inilah]
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !