Headlines News :
Home » » PIYUNGAN ONLINE

PIYUNGAN ONLINE

Written By Unknown on Wednesday, June 24, 2015 | 12:35 AM

Your RSS feed from RSSFWD.com. Update your RSS subscription
RSSFWD
PIYUNGAN ONLINE

PIYUNGAN ONLINE

Portal Berita, Politik, Dakwah, Dunia Islam, Kemasyarakatan, Keumatan

Dialog Mahasiswa yang Membantai Profesor JIL
3:10:31 AMPIYUNGAN ONLINEhttps://plus.google.com/114751447713313717725noreply@blogger.com
Di media sosial baik di Twitter maupun Facebook, para liberalis, baik dari kalangan Jaringan Islam Liberal (JIL) atau Jemaat Islam Nusantara (JIN) kerap menuliskan status yang memancing amarah ummat Islam. Sekali waktu memang perlu mengomentari namun jika keseringan seperti melempar buah pisang kepada monyet.

Berikut dialog imajiner antara mahasiswa cerdas dengan profesor yang JIL detected, dikutip dari buku Kemi karya Adian Husaini.

Mahasiswa: "Apa artinya sebagai orang Islam, saya tidak boleh meyakini hanya agama saya yang benar? Apa menurut Prof. semua agama yang benar?"

Profesor: "Masing-masing agama wajar meyakini agamanya yang benar. Tapi juga harus pikirkan, pemeluk agama yang lain yang juga meyakini hal yang demikian. Kita, kaum akedimisi atau pemuka agama harus mengembangkan cara pandang inklusif, yaitu melihat agama-gama pada posisi yang sama sehingga kebenaran agama bersifat relatif, bergantung dari cara pandang terhadap agama."

Mahasiswa: "Apa artinya sebagai muslim, Prof. sudah tidak meyakini hanya Islam yang benar? Bagaimana dengan ayat "Innad diina 'indallahi al-Islam?""

Profesor: "Ya, saya harus bersikap objektif. Secara objektif, saya berdiri pada posisi netral, saya melihat agama-agama pada posisi yang sama. Tidak melebihkan satu dengan yang lain."

Mahasiswa: "Berarti secara pemikiran, Prof. bukan muslim lagi?"

Profesor: "Saya tetap muslim, tetapi saya bersikap netral ketika melihat agama-agama lain, Jadi, saya tidak eksklusif!"

Mahasiswa: "Kalau muslim pasti eksklusif cara berpikirnya, sebab akidahnya berbeda dengan yang lain."

Profesor: "Itu cara berpikir sempit! Coba luaskan cakrawala berpikir kita. Kita keluar dari gurus ufuk. Lihatlah agama-agama yang ada dari titik pandang ketinggian yang sama. Kita akan melihat, agama-agama yang ada ternyata menyembah Tuhan yang sama, hanya cara menyembah dan menyebut nama Tuhannya yang berbeda-beda. Hakikatnya sama saja."

Mahasiswa: "Saya tanda kepada Prof. sebagai seorang muslim, apakah menurut Prof. Yesus itu mati di tiang salib atau tidak?"

Profesor: "Menurut orang Islam Yesus tidak mati di tiang salib. Menurut orang Kristen, Yesus mati di tiang salib, masing-masing punya dasar sendiri."

Mahasiswa: "Saya tanya Prof. bukan menurut orang lain."

Profesor: "Lho, saya kan akademisi, saya harus bersikap arif dan netral, tidak melibatkan diri pada satu klaim tertentu."

Mahasiswa: "Itu artinya Prof. tidak bersikap dalam menentukan sesuatu yang jelas-jelas ditentukan dalam al-Quran, surat an-Nisa ayat 157 bahwa Nabi Isa tidak dibunuh dan tidak disalib. Kalau orang Islam kan harusnya membenarkan berita al-Quran itu. Menurut saya, aneh kalau orang ngaku Islam tapi tidak percaya dengan isi al-Quran."

Profesor: "Ya, itu bukan saya tidak bersikap. Sikap saya jelas, sikap yang sangat terbuka, inklusif dan tidak eksklusif."

Mahasiswa: "Kalau begitu, menurut Prof. semua agama adalah benar?"

Profesor: "Ya benar menurut pemeluknya masing-masing."

Mahasiswa: "Kalau Prof. sendiri memeluk agama apa?"

Profesor: "Saya Islam."

Mahasiswa: "Menurut Prof. agama apa yang benar?"

Profesor: "Menurut saya Islam benar menurut pemeluk Islam, Kristen menurut orang Kristen dan seterusnya."

Mahasiswa: "Yang saya tanya Prof., bukan menurut agama masing-masing."

Profesor: "Saya kan sudah menyatakan bahwa saya berdiri pada titik netral pada semua agama. Meskipun saya juga Islam."

Mahasiswa: "Makin jelas bahwa Prof.berdiri di luar Islam."

Profesor: "Dalam hal melihat agama-agama lain ya saya netral."

Mahasiswa: "Kalau begitu kita tidak akan bertemu karena berangkat dari posisi dan titik pandang yang berbeda. Saya melihat agama-agama lain dari sudut pandang Islam. Saya sama luar dalam. Di dalam saya Islam, di luar saya juga Islam. Saya tidak abu-abu."

Profesor: "Sudahlah. Nanti kamu pikirkan pemikiran dan sikap kamu itu. Sikap merasa benar sendiri dengan agama kita, itu sudah saya tinggalkan sepuluh tahun yang lalu. Saya juga semula bersikap seperti kamu, setelah saya mengalami pergaulan luas, saya akhirnya menyadari bahwa keyakinan saya itu keliru."

Mahasiswa: "Saya ingin ketegasan Prof., apakah semua agama benar?"

Profesor: "Pertanyaan kamu balik seperti semula. Saya juga akan menjawab seperti semula bahwa semua agama sebenarnya merupakan ekspresi keyakinan terhadap Tuhan yang sama."

Mahasiswa: "Prof. menggunakan logika John Hick yang sebenarnya sudah dibantah oleh ilmuwan agama. Melihat agama pada posisi yang netral adalah sebuah idelogi juga, yakni ideologi netral agama. Itu namanya posisi teologi abu-abu, yakni posisi teologis yang berdiri di luar semua agama. Posisi teologis abu-abu ini bukan Islam, bukan Kristen, bukan Hindu, bukan Budha atau agama-agama yang lain. Inilah posisi agama baru. Juga logika netral agama akan merukunkan agama-agama dan mendamaikan dunia juga sebenarnya mimpi. Sebab, posisi teologis abu-abu itu menambah daftar konflik baru karena memunculkan agama baru. Orang beragama yang yakin dengan agamanya pasti tidak akan mau melepaskan keyakinannya. Kecuali orang-orang yang memang sudah ada penyakit dalam hatinya, yang dalam al-Quran disebut sebagai orang munafik!"

Profesor: "Jadi, kamu menganggap saya munafik?!"

Mahasiswa: "Prof.sendiri yang bisa menilai, apakah munafik atau bukan."

Penulis: M. Sholich Mubarok
Sumber:http://bersamadakwah.net/debat-bantai-liberalis-menurut-anda-yesus-itu-mati-di-tiang-salib-atau-tidak/


Mengangkat Tangan Saat Berdoa Itu Bid'ah?
2:52:30 AMPIYUNGAN ONLINEhttps://plus.google.com/114751447713313717725noreply@blogger.com
Wajar apabila sebagian ulama melarang kita untuk mengangkat tangan saat berdoa, karena memang ada dalil-dalil shahih yang menjadi dasar atas larangan itu. Sehingga sampai ada yang mengatakan bahwa hal itu bid'ah. Ini wajar dan masuk akal.

Namun jangan kaget dulu kalau ternyata larangan itu hanya merupakan pandangan sebagian ulama saja. Ternyata ada sebagian ulama lainnya justru mengatakan sebaliknya. Mereka menyebutkan bahwa mengangkat tangan saat berdoa bukan terlarang dan tidak merupakan bid'ah, tetapi malah disunnahkan atau dianjurkan.

Lho, kok bisa begitu?

Jawabnya memang bisa. Sebab ulama yang menganjurkan untuk mengangkat tangan saat berdoa, ternyata punya dalil juga yang tidak kalah kuatnya dengan dalil yang dikemukakan rekannya yang melarang.

Dan kejadian seperti ini sangat mungkin terjadi. Kita akan selalu menemukan banyak dalil yang sama-sama shahih dan sama-sama kuat, namun isinya saling berbeda, bahkan saling bertabrakan.

Mungkin anda akan bertanya, mengapa kok bisa sampai begitu kejadiannya? Apakah karena adanya hadits palsu atau bagaimana?

Jawabnya tidak, tidak ada hadits palsu atau kebohongan. Semua hadits itu shahih kok. Semua bisa diterima dan jalur sanadnya tidak bermasalah.

Yang membuat jadi beda adalah dalam mengambil kesimpulan hukumnya. Dan tugas ini bukan tugas ahli hadits, melainkan tugas para ahli fiqih. Para ahli fiqih akan melakukan analisa dari hulu hingga hilir sampai bisa ditarik kesimpulannya.

Hadits-hadits Yang 'Bertentangan' Itu 
Hadits-hadits shahih yang saling bertentangan itu adalah hadits berikut ini:

Dari Abi Musa Al-Asy'ari ra berkata, "Nabi SAW berdoa kemudian mengangkat kedua tangannya, hingga aku melihat putih kedua ketiaknya." (HR Bukhari)

Hadits ini shahih karena diriwayatkan oleh pakar kritik hadits nomor wahid di dunia, Al-Bukhari. Jelas dan tegas sekali isinya, beliau meriyawatkan dari Abi Musa Al-Asy'ari tentang penglihatan beliau atas diri nabi SAW yang sedang berdoa dan mengangkat kedua tangannya. Bahkan sampai disebutkan bahwa saking tingginya beliau mengangkat tangan, sampai-sampai kedua ketiaknya tampak terlihat dan berwarna putih.

Sekilas membaca hadits ini, kita tahu bahwa mengangkat kedua tangan saat berdoa pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Hadits berikutnya masih menguatkan hadits di atas:

Dari Salman Al-Farisy ra bahwa Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya tuhan kalian Maha Hidup ââ,¬Â?dan Maha Pemberi. Dia malu kepada hamba-Nya, bila hamba itu mengangkat kedua tangannya, namun mengembalikannya dengan tangan kosong." (HR Abu Daud, Tirmizy dan Ibnu Majah)

Meski tidak tercantum di dalam shahih Bukhari atau shahih Muslim, namun para ulama menyatakan bahwa hadits ini tetap masih bisa diterima. Hadits ini bisa kita temukan di dalam kitab At-Targhib wa At-Tarhib jilid 2 halaman 195.

Isi hadits ini menyebutkan tentang teknis berdoanya seorang hamba, yaitu dengan mengangkat kedua tangannya. Jadi jelaslah bahwa mengangkat tangan saat berdoa didasari oleh dalil yang kuat.

Sekarang kita beranjak ke hadits berikutnya, kali ini hadits yang menyebutkan bahwa nabi SAW berdoa dengan mengangkat kedua tangannya, namun hal itu hanya dilakukan pada shalat istisqa' (maksudnya mungkin pada saat khutbahnya).

Bunyi haditsnya sebagai berikut:

Dari Anas bin Malik ra bahwa Nabi SAW tidak mengangkat kedua tangannya dalam doanya, kecuali dalam shalat istisqa'. Sesungguhnya beliau mengangkat kedua tanggannya hingga terlihat putih ketiaknya."(HR Bukhari dan Muslim)

Atas dasar hadits inilah kemudian sebagian ulama mengatakan bahwa berdoa dengan mengangkat kedua tangan hukumnya terlarang atau bid'ah. Sebab Anas bin Malik mengatakan bahwa mengangkat kedua tangan itu hanya dilakukan pada shalat istisqa' saja. Sehingga kalau dilakukan di luar itu, hukumnya tidak boleh. Untuk sementara kita terima dulu pendapat mereka dan jangan kita langsung salahkan.

Mari kita beralih ke hadits berikutnya lagi. Kali ini mungkin agak lebih ekstrim. Sebab isi hadits ini malah melarang mengangkat tangan saat berdoa, bahkan ketika shalat istisqa' sekalipun. Bunyinya adalah sebagai berikut:

Dari Ammarah bin Ruwaibah melihat Bisyr bin Marwan di atas mimbar mengangkat kedua tangannya. Maka beliau berkata, "Semoga Allah memburukkan kedua tangan itu. Sebab aku melihat Rasulullah SAW tidak menambahkan kecuali berdoa dengan jari ini." Beliau menujukkan jari untuk bertasbih. 

Hadits ini kita temukan dalam kitab tafsir Al-Qurtubi jilid 7 halaman 255. Menurut Al-Qurtubi, hadits itu diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Jadi sekarang kita punya tiga pendapat yang saling berbeda, karena setidaknya ada tiga dalil yang berbeda.

Pendapat Pertama: Mengangkat Tangan Hukumnya SunnahPendapat Kedua: Mengangkat Tangan Haram kecuali Dalam Shalat Istisqa'Pendapat Ketiga: Mengangkat Tangan Haram dalam Semua Doa

Lalu apa jawaban kelompok pertama? Dan apa hujjah mereka untuk menjawab pengharam dari kelompok kedua dan ketiga?

Mereka yang menyunnahkan untuk mengangkat tangan saat berdoa mengatakan bahwa hujjah kelompok kedua dan ketiga kurang kuat. Bukan karena haditsnya tidak shahih, namun karena bentuk istimbathnya yang lemah.

Kelemahan istimbathnya adalah bahwa larangan itu semata-mata berdasarkan penilaian Anas bin Malik ra seorang, bahwa nabi SAW tidak mengangkat tangannya saat berdoa kecuali saat istisqa'. Penilaian ini kurang bisa dijadikan argumentasi, lantaran hanya klaim seseorang. Apakah Anas bin Malik telah bertanya langsung kepada nabi SAW bahwa diri beliau tidak pernah mengangkat tangan saat berdoa di luar istisqa'? Apakah Anas ra selalu mendampingi Rasulullah SAW sepanjang hidupnya?

Yang bisa diterima adalah pernyataan yang bersifat istbat atau penetapan, bukan yang bersifat nafyi atau peniadaan.

Sebagai ilustrasi, misalnya seorang anak berkata tentang ayahnya, "Saya pernah melihat ayah minum dengan tangan kiri." Kemungkinan besar pernyataan itu benar. Tetapi kalau anak itu berkata, "Saya belum pernah melihat ayah minum dengan tangan kanan", kemungkinan besar pernyataan itu salah. Karena ayahnya hidup lebih dahulu dari anak itu. Lagi pula, tidak selamanya si anak selalu mendampingi ayahnya ke mana pun dan di mana pun. Sangat boleh jadi di luar sepengetahuan si ana, si ayah pernah minum dengan tangan kanan.

Demikian juga pernyataan Anas bin Malik, kalau beliau berkata pernah melihat Nabi berdoa dengan mengangkat tangan, kemungkinan besar pernyataan itu benar. Tapi kalau beliau mengatakan belum pernah melihat nabi SAW berdoa dengan mengangkat tangan, pernyataan itu benar untuk ukuran seorang Anas, tetapi tidak bisa diartikan bahwa memang Rasulullah SAW tidak pernah melakukannya di dalam hidupnya. 
Apalagi ada hadits lainnya yang menjadi muqarin (pembanding), di mana secara tegas disebutkan bahwa beliau pernah melakukanya. Maka meski hadits itu shahih dan Anas ra pun juga tidak bohong, namun penyimpulan (istimbath) bahwa Nabi SAW tidak pernah berdoa dengan mengangkat kedua tangannya adalah penyimpulan yang kurang tepat.

Sebagai tambahan, klau kita cermati lagi lebih dalam pada teks hadits Anas, di sana disebutkan bahwa Anas tidak pernah melihat nabi SAW berdoa dengan mengangkat tangan hingga ketiaknya terlihat. Titik tekannya pada kalimat 'hingga ketiaknya terlihat'.

Boleh jadi yang dimaksud oleh Anas bin Malik adalah beliau tidak pernah melihat Nabi SAW berdoa di luaristisqa', dengan cara mengangkat kedua tangan dengan tinggi ke atas hingga kedua ketiaknya terlihat. Tetapi kalau sekedar mengangkat tangan biasa, tidak tinggi yang menyebabkan ketiak sampai terlihat, tidak termasuk dalam hadits ini. Maka boleh jadi, hadits Anas ini tidak melarang mengangkat tangan yang biasa saja. Hadits ini hanya melarang bila mengangkat tangannya sampai tinggi hingga ketiaknya terlihat.

Kira-kira demikian alur berpikir masing-masing ulama. Setiap orang datang dengan hujjahnya dan hati bersihnya sekalian. Sehingga ketika pendapatnya disanggah oleh saudaranya, hatinya tetap suci. Para ulama itu tidak pernah marah atau tersinggung ketika ada ulama lain yang pendapatnya kurang sejalan.

Sebaliknya, mereka justru saling menghargai, saling memuliakan dan saling belajar antara sesama mereka. Tidak saling menghujat atau memandang rendah. Sebab mereka adalah ulama yang sesuai dengan gelarnya, bukan sekedar merasa jadi ulama, tapi kemampuan terbatas.

Terakhir, mungkin anda penasaran. Siapa saja sih para ulama yang membolehkan berdoa dengan mengangkat kedua tangan?

Di antara mereka adalah Al-Hafidz Ibnu Hajar, ulama yang menulis Fathul Bari, sebuah kitab yang menjadi syarah(penjelasan) atas kitab Shahih Bukhari. Di dalam kitab yang tebalnya berjilid-jilid itu, beliau mengutip begitu banyak pendapat para ulama tentang kesunnahan mengangkat tangan saat berdoa.

Selain itu ada juga Al-Imam An-Nawawi rahimahullah. Beliau di dalam kitab al-Majmu' Syarah al-Muhazzabmenyebutkan bahwa mengangkat kedua tangan saat berdoa (di luaristisqa') hukumnya sunnah.

Satu lagi adalah Al-Imam Al-Qurthubi, ulama besar asal Cordova yang menulis kitab tafsir legendaris, al-Jami' li ahkamil Quran. Beliau sebenarnya tidak mengharuskan mengangkat tangan, namun beliau membolehkannya.

Terakhir, marilah kita memandang masalah khilaf ini secara elegan dan dewasa serta luas wawasan. Sekarang ini sudah bukan zamannya lagi kita merasa benar sendiri dan mengklaim bahwa kebenaran itu hanya milik saya sendiri atau milik kelompok saya sendiri.

Semoga Allah SWT memberikan taufiq, hidayah dan ilmu yang luas kepada kita semua dan menyatukan hati kita dalam iman. Amien.

Wallahu a'lam bishshawab. (ri)

Sumber: Rumah Fiqih 



RSSFWD - From RSS to Inbox
3600 O'Donnell Street, Suite 200, Baltimore, MD 21224. (410) 230-0061
WhatCounts
Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

PETA MEDAN JOHOR

PETA MEDAN JOHOR

REAL COUNT PILGUBSU 2018

REAL COUNT PILGUBSU 2018
DPC PKS Medan Johor by Zul Afkar
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. DPC PKS Medan Johor - All Rights Reserved
Original Design by Creating Website Modified by Zoel Afkar MK