Tulisan Anis Matta #002:
Nah kalau ini sudah clear ikhwah sekalian. Pertanyaan besarnya: Bagaimana caranya kita merakit semua potensi-potensi itu sekaligus? Yang tidak boleh tergantikan pada orang, itu adalah ini (narasi), itu yang harus original. Adapun yang ini (kapasitas dan sumber daya) bisa kita mix dengan orang, karena ada banyak orang yang punya ini (kapasitas) dan punya ini (sumber daya) tapi tidak jadi.
Jadi, ikhwah sekalian antum lihat. Uang itu menyangkut
persoalan yang lebih teknis. Dalam hal-hal seperti ini kita tidak bicara
masalah hal-hal yang bersifat idealisme dan pragmatism. Ini persoalannya adalah pemahaman tentang realitas.
Kita akan menjadi sangat picik kalau kita menyederhanakan masalah ini dengan persoalan idealis atau pragmatis.
Karena tidak ada urusannya kesitu. Sama sekali tidak ada.
Antum belajar sirahpun, antum akan sampai pada kesimpulan ini kalau pemahaman kita benar. Karena tugas kita adalah sinaatul hayah,
inilah semua yang kita perlukan untuk sampai kesitu. Dan menurut saya
inilah persoalan kronik di partai-partai Islam sejak masa Orde Baru yang
tidak pernah mereka selesaikan. Mereka terjebak kepada persoalan yang
sangat picik. Menjadi idealis. Akhirnya tidak bisa terjun ke politik
secara bebas. Karena di politik orang dituntut untuk menjadi pragmatis.
Pragmatisme itu adalah filsafat.
Dan tidak banyak orang faham; filsafat yang berkembang di zaman modern
ini. Pragmatisme itu adalah filsafat. Intinya adalah mengukur kebenaran
suatu kebaikan, suatu ide dengan hasilnya. Kalau hasilnya benar idenya
secara otomatis jadi benar. Itu idenya. Sebagian dari ide ini benar,
tapi tidak seluruhnya benar. Jadi pragmatism itu bukanlah satu cara tentang penjelasan menghalalkan segala cara. Tidak.
Dan menurut Saya partai Islam karena terlalu lama terjebak dalam masa-masa itu. Dalam fikiran-fikiran seperti itu.
Akhirnya fikiran besar itu tidak terangkum dalam ide besarnya.
Ini pula yang menjelaskan, kalau kita membaca literatur partai-partai
Islam, para pemikir partai-partai Islam di Indonesia. Menurut Saya.
Mereka tidak pernah keluar dari persoalan yang sempit seperti ini.
Kenapa narasinya Soekarno lebih bertahan daripada narasi atau
pemimpin-pemimpin Islam pada waktu itu. Tema yang difikirkan Soekarno
pada saat itu jauh lebih besar dari tema yang kita fikirkan. Saya tidak
tahu apakah buku itu masih dicetak sampai sekarang atau tidak, tapi Saya
dulu membaca total bukunya Natsir hampir semuanya saya baca. Yang
paling khusus itu adalah bukunya “Kapita Selekta”.
Tapi kalau antum baca debatnya Soekarno dengan Abdul Qadir Hasan, antum akan melihat ide itu. Tapi ide yang lebih menarik adalah di bukunya “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat”.
Antum baca lagi pledoinya waktu dia berumur 29 tahun, memang
terasa perbedaannya. Jadi kalau kemudian dia mendapatkan penerimaan yang
lebih luas. Itu masalah skala, ruang yang kita fikirkan. Dan PKS ini
kalau yang kita fikirkan perkara yang kecil itu, orang lain akan merasa
bahwa kita tidak berada dalam ruang pemikiran PKS. Jadi orang-orang di
negeri ini merasa bahwa mereka bukan objek yang difikirkan oleh PKS
karena kita tidak pernah punya sesuatu yang kita tawarkan. Kita tidak
pernah punya satu proposal untuk bangsa Indonesia.
Apa ide kita tentang masa lalu dan apa ide kita tentang the next Indonesia? Tidak jelas. Tidak pernah kita rumuskan.
Dan kita tidak pernah membuat satu proses internal yang sangat intensif untuk merumuskan itu. Ada platform kita sebenarnya. Platform kita itu kan ada. Yang sekarang sudah akan dicetak. Tapi ide secara keseluruhan itu yang belum ada.
Nah menurut Saya. Itu yang menyebabkan kalau kita ingin mengungguli
partai-partai sekuler dimasa yang akan datang. Kita harus pertama kali
mengungguli disini (narasi). Akhirnya partai-partai Islam itu cenderung
yang kita pertahankan kemudian kembali kepada kampanye yang simplikasi.
Membangun emosi keagamaan. Kita tidak membangun satu rasionalitas
kehidupan. Kita tidak menawarkan sesuatu yang rasional yang kita
kemudian yang ditawarkan oleh partai-partai Islam adalah sentimen
keagamaan.
Makanya kalau antum lihat ikhwah sekalian di bukunya
Dreasley tentang Islamisme di Timur Tengah dan transformasinya ke
Indonesia, dia menukil satu tulisan yang ditulis oleh Olive Roey: “Tajribatul Al-Islam Siyasi”,
penulis Perancis, sudah diterjemahkan oleh penerbit Mizan, (Kegagalan
Islam Politik), jadi dia mengatakan; “Jadi demokrasi, perlu di
globalisasi dan tidak perlu mengkhawatirkan munculnya
fundamentalis-fundamentalis Islam, gerakan Islam fundamentalis di dalam
sistem demokrasi. Kenapa?
Ketika mereka berkuasa. Mereka akan turun sendiri. Karena mereka tidak punya kapasitas untuk berkuasa. Itu dia persoalannya.
Kalau antum pergi ke Teluk sekarang antum bisa memahami kenapa terjadi futur yang terjadi di teluk secara qoutry.
Antum lihat di teluk sekarang itu ada perubahan demografi yang
luar biasa dahsyatnya. 5 atau 10 tahun ke depan penduduk asli Emirat
Arab itu akan tinggal 2,5 %. Inikan rekomposisi demografis yang dahsyat.
Tidak ada lagi fitur-fitur Islam atau Arab itu di Dubai. Seluruhnya fitur-fitur modern disana. Tidak ada. Itu benar-benar global sistem. Sehingga ikhwah disana itu mulai futur. Hampir jama’i. Tidak sampai keluar dari ikhwan seluruhnya tapi hampir semua menjadi futur.
Tidak mengerti apa yang harus mereka lakukan. Penduduknya hanya 200-300
ribu sekarang hampir 400 ribu, dan undang-undang kewarga-negaraannya
dirubah. Siapa yang punya – karena dihubungkan dengan investasi - ,
sekarang Qatar mulai merubah undang-undang kewarganegaraannya, mereka
memerlukan tambahan penduduk. Jadi kalau antum pergi ke Qatar sekarang antum antri di bandaranya. Antum akan lihat, yang antri itu; satu orang Cina, yang kedua orang Eropa timur, yang ketiga orang India.
Di Dubai sekarang ada lebih dari satu juta orang India, tapi di Dubai sudah ada China Town.
Jadi perubahan demografi ini. Itu membingungkan orang semuanya. Karena
ada uang secara tiba-tiba yang meledak, datang dalam jumlah besar dan
ini harus dikelola, harus dibuat properti, kalau disebarkan ke properti
yang ngisi siapa? Kan mereka perlu warga Negara. Mereka perlu penduduk
untuk mengisi itu. Kalau tidak uang ini mau disimpan dimana? Disimpan
diluar tidak aman disimpan di dalam (disini), Negara kecil.
Makanya Saya lihat ikhwah banyak yang futur, kehilangan ide bagaimana berhadapan dengan situasi baru ini.
Bandingkanlah perubahan strategis ini dengan buku-buku yang ditulis oleh mufakir harakah disana. Para duat!
Konsennya kemana mereka? Konsennya kemana para duat? Antum lihat buku-buku yang ditulis misalnya yang paling poluler misalnya da’i di Saudi? Aidh al-Qarni. Antum lihat ide-idenya.. !! Bandingkan perubahan sosial yang sekarang sedang terjadi. Tidak macth. Semua ide-ide tentang la tahzan itukan ide tentang pertahanan sosial, bukan sesuatu yang expansif.
Tentang bagaimana mendayagunakan perubahan-perubahan baru,
situasi-situasi baru. Ini tidak ada. Semua ide-ide itu adalah ide-ide defensive. Makanya tidak akan kuat bertahan.
Orang tidak setuju dengan Walid bin Tholal. Dia bikin rotanah. Pusing… semua pake satelit. Sekarang kalau antum lihat, sistem televisi disana itu bukan pakai transmeter, tapi pakai satelit langsung. Kalau antum nginep
di apartemen Saudi atau di Kuwait atau disemua Negara Teluk. Saya
pernah nginep di Kuwait. Di dalam apartemen itu, kita bisa nyambung
dengan 500 channel televisi, Antum bisa bayangkan roda
pemerintahan yang digerakkan. Sudah perubahan demografi seperti ini.
Sistem pemerintahannya monarki pula. Bagaimana harakah bisa
bergerak dalam situasi seperti itu? Sudah begitu ada Amerika di
sekililingnya. Dan ada Palestina yang setiap mereka dengar tentang
pembunuhan, pembunuhan dan pembunuhan. Bagaimana tidak stress semua orang itu. Makanya tumplek semuanya di Mekkah. Haji Umroh semuanya.
Saya beberapa kali ke Aljazirah, bertemu dengan wartawannya dan
lain-lain. Semua dalam keadaan depresi. Jadi sesuatu terjadi
disekitarnya dan dia tidak bisa mencernanya. Kita juga akan mengalami
hal seperti itu.
PKS ini, kalau kita tidak punya ide besar untuk mencerna, isti’ab, ihtiwa terhadap
peristiwa-peristiwa yang terjadi dan perubahan-perubahan yang ada.
Kemudian sebuah proposal baru untuk bangsa Indonesia, kita tidak pernah neverly leader.
Nah karena itu, persoalan PKS sekarang sama persoalan dengan bangsa
Indonesia. Ada sumber daya alamnya, tidak punya teknologi dan tidak
punya modal. Apa yang dilakukan oleh bangsa seperti itu? Mendatangkan
investor dan beli alat teknologi!! Jangan tunggu alat sampai Indonesia
pintar-pintar mengelola minyak sendiri. Kita punya laut, tapi tidak bisa
kita dayagunakan yang ambil semua isinya, semuanya orang Taiwan.
Jadi karena itu ikhwah sekalian…
Ide tentang strategic partnership itu adalah ide tentang ketidak cukupan. Kita sebagai satu komponen ini tidak berdiri sendiri, tidak punya semua asset yang kita perlukan itu, dan karena itu kita perlu share.
Dan dalam konstalasi global sekarang ini tidak bagus bagi harakah Islamiyah itu. Tidak menguntungkan sama sekali bagi harakah Islamiyah itu, untuk muncul secara sangat digdaya, naik berkuasa sendiri habis itu yang lain semua tunduk. Tidak.
Kita belum lihat model Turki sepanjang apa dia bisa bertahan?? Tetapi
kita perlu melihat waktu-waktu ke depan, karena itu menurut saya model
Turki perlu bagus untuk kita pelajari dan tidak bagus pula untuk kita
kagumi secara berlebihan, kita lihat bagaimana ini akan berlanjut dimasa
yang akan datang. Dan situasi seperti itu kalau antum perhatikan di Indonesia, untuk negeri yang sangat plural seperti ini itu juga bahaya itu.
Tetapi yang penting bagi kita, kalau kita punya tiga-tiganya itu adalah
bagaimana mengendalikan. Mengendalikan kan artinya mempengaruhi dan
mengatur, bukan memiliki semuanya, oleh karena itu kita juga tidak
membayangkan nanti pengusaha nanti semuanya pengusaha PKS, birokrat
seluruh birokrat PKS, yang kita bayangkan itu bahwa semua pengusaha itu
mempunyai kontribusi dalam arus besar pembangunan bangsa kita di bawah
kepemimpinan PKS. Itulah ide tentang strategic partnership. Bagaimana mengumpulkan aset bersama menjadi satu power.
Kalau kata Iqbal dalam salah satu puisinya dia bilang: “Ya Allah
ajarkanlah kepada kami kembali ajaran untuk saling mencintai supaya
lidi-lidi ini bisa kami rakit jadi sapu !!” Persoalan kita kira-kira
itu.
Nah itulah ide tentang strategic partnership. Bagaimana meperbesar asset dengan
mangakumulasi aset orang digabung jadi satu. Konsep itu adalah konsep
pendayagunaan. Ini bukanlah konsep suatu antitesa yang harus kita
pertentangkan dengan konsep muamarah, konspirasi yang selalu kita pelajari dalam ghazwul fikri.
Sebab dulu kita menganggap televisi sebagai ghazwul fikri tetapi sekarang menjadi shahib pemilik ghazwul fikri, yang setiap hari menyebarkan ghazwul fikri itu. Yang bangun gedung kita dia pula. Setiap hari kita bikin doktrin ghazwul fikri dan yang kasih gedung kita dia.
Apapun posisi kita itu selalu ada konflik, jadi kita tidak membayangkan
bahwa semua kekuatan di negeri ini bisa kita rangkul semua. Yang
diperlukan di negeri ini, kekuatan yang solid sekitar 60 % dari total power yang
ada. Karena kalau tidak ada, negeri ini terancam disintegrasi. Bahaya.
Mesti ada yang seperti itu, sebab jika kurang dari itu maka tidak akan
cukup untuk memimpin negeri yang kuat. Jadi gabungan antara demokrasi
dan kesejahteraan itu hanya mungkin terjadi kalau ada civil society yang kuat, ada pemerintahan yang efektif. Kalau sekarang kan, ada civil society tidak
terlalu kuat tapi ada juga pemerintahan yang tidak efektif. Dan karena
itu ada pasar yang tidak dinamis, itu sebabnya setelah kita demokratis
kita tidak jadi sejahtera, tidak kunjung sejahtera. Kalau ini ikhwah sekalian kita pahami, sekarang dengan demikian kita bisa memahami kata kunci yang kita sebut sebagai strategic partnership, sebelum kita masuk pada partnership ini saya mau bertanya sedikit; Selama ini apa hambatan orang untuk bergaul dengan PKS?
Kenapa di mata tentara kita dianggap ancaman?
Kenapa di mata - ini contohnya Jawa Barat. Agum Gumelar sudah mau
koalisi dengan PKS, DPW Jawa Barat sudah sepakat dengan PDIP juga untuk
membuat koalisi merah putih. Agum Gumelar sudah setuju, tadinya jelek
fikirannya tentang PKS, setelah diskusi dia berubah, dia datang ke
Megawati, Megawati yang tidak mau.
Jadi sekarang kita tanya dulu “mawaniul ijtima ma’a al-‘adalah”? apa hambatan orang untuk masuk ke kita itu? Image ini yang bikin mereka atau kita ? Kita sendiri.
Jadi hambatan terbesar orang untuk bertemu dengan PKS itu adalah karena
kita memang yang tidak menginginkan mereka itu. Itu hambatan paling
besar. Dan menurut saya inilah inti ekslusifisme itu. Makanya Imam
Ghazali mengatakan: “Al-Insanu aduwwun ma yajhulu”. Manusia
memusuhi apapun yang tidak diketahuinya. Karena kita tidak tahu orang
lain kita cenderung memusuhi orang lain. Karena orang lain melihat kita
ini jalan masuk PKS juga tidak jelas, kanal-kanal masuk PKS lewat apa
coba? Antum lihat, kanal pintu untuk masuk PKS itu lewat apa?
Jadi kalau kita mau masuk PKS tidak jelas, pintunya dimana tidak jelas.
Tapi kalau antum mau setor duit di BCA itu kan outletnya jelas
kan. Ada dimana saja outlet kami. Tapi PKS itu tidak punya outlet, itu
masalahnya? Tidak ada.
Jadi kita yang belum siap menerima orang, itu intinya yang terbesar,
jadi kalau orang memahami orang PKS itu ekslusif, itu benar. Dan menurut
saya membuat diri menjadi terbuka itu bukan sekedar perkara komunikasi.
Itu masalah konseptual juga. Karena itu antum lihat ikhwah sekalian di dalam Al-Quran, kenapa ada banyak kata “istibdalul qoum”? Di surat Muhammad ayat terakhir “Waintatallaw yastabdil qouman ghairakum tsumma la yakunu amtsaluku”.
Kalau kata orang Jepang kita ini perlu hati-hati jangan sampai jadi ibrah bagi orang lain. Itu kalau ada stibalul qoum. Itu jadi ibrah bagi orang lain. Yang harus terjadi itu, kita jadi uswah bagi orang lain. Tempat orang mengikuti. Kalau dari jauh orang dapat ibrah dari PKS. Itu bukan berita bagus.
Jadi istibdalul qaum itu artinya ikhwah sekalian. Dakwah ini dakwah ilallah,
bisa dilakukan dengan tangan kita bisa juga dilakukan dengan tangan
orang lain. Kalau sudah dicoba dengan tangan kita ternyata tidak becus,
dengan gampang Allah bisa mendatangkan orang lain. Sederhana. Oleh
karena itu isu tentang keterbukaan itu pertama kali harus dipahami bahwa
belum tentu kita yang terbaik yang memikul beban dakwah ini. Itu dulu.
Mengapa orang lain yang potensinya ada, tidak kita beri beban yang
sama..?? kenapa kita tidak membagi beban ini kepada orang itu? Dan
perkara bangsa ini kan bukan perkara kita aja. Kalau kita ingin
menciptakan kesejahtraan yang akan sejahtera bukan cuma umat Islam di
Indonesia sajakan? Kan yang kafir-kafir juga akan ikut sejahtera. Zakat
itu ikhwah sekalian, hanya khusus untuk orang lslam atau untuk orang lain juga? Makanya antum perlu bikin mukhayyam fikri fi fiqh daulah, konsep al-muallafati fi qulubihim itu apa artinya? Itukan konsep tentang kohesi sosial, dan menggunakan uang sebagai instrument kohesi sosial. Tapi apa yang dimaksud dengan fuqora wal masakin. Apakah lifuqoro muslimin, masakin al-muslimin atau fuqoro an-naas?
Ada bukunya Qordhowi bagus antum baca, “Al-Faqru Wa Kaifa ‘Alajahu Al-Islam”. Dan balik lagi kita ke fiqh zakat.
Tadi kalau antum perhatikan konsep al-muallafati dalam asnafu zakat itu dan konsep al-fuqoro wal masakin, itu adalah fuqora an-naas, karena ga boleh ada yang mati, nyawa yang mati karena kelaparan fi dzilli daulah Islamiyah,
itu tidak boleh, itu bukan masalah agama kelaparan itu, yang harampun
dibolehkan dimakan, kalau kita terpaksa memakannya. Makanya huququ daulah,
hak Negara…Negara untuk menghukum orang yang mencuri itu jadi hilang
kalau orang mencuri karena tidak sejahtera. Karena terpaksa. Jadi Negara
tidak boleh mengambil haknya karena kewajibannya tidak dia laksanakan
dengan baik.
Jadi konsep tentang keterbukaan itu sekali lagi, ikhwah sekalian
adalah konsep tentang kapasitas. Kita harus dengan rendah hati mengakui
bahwa di negeri kita ini banyak orang Islam, gak usah orang lain banyak
orang Islam, yang kapasitasnya luar biasa yang belum kita dayagunakan.
Tapi karena kita bekerja bukan hanya untuk umat Islam, untuk bangsa
secara keseluruhan dinegeri inipun, banyak juga kapasitas yang belum
kita daya gunakan, toh kalau kita mencipkan keamanan dan kesejahteraan
yang paling menikmati itu siapa konglomerat juga, dan kebanyakan non
muslim. Jadi kenapa kita bekerja sendiri, kemudian mereka yang menikmati
dari jauh harus ikut bekerja sama kita, itu yang kita maksud dengan
investasi. Kita punya proyek mensejahterakan Negara begini, cara
mensejahterakan itu begini, begini. Kamu ikut share dari awal..!!
Karena mereka dapat finance nanti, kalau dapat keamanan di
Indonesia, orang China kan yang paling menikmati, paling gesit ke pasar,
oleh karena itu ada anekdot, ada orang China mau masuk Islam, datang ke
orang Arab, kata orang Arab jangan masuk Islam, ente masuk Islam
pertama harus di sunat, yang kedua harus shalat lima waktu cape ente, ramadhan ente puasa, lapar, babi tidak boleh, terlalu banyak yang tidak boleh, Chinanya pulang.
Si anaknya (orang Arab) datang, pak kenapa dilarang masuk Islam? Ditanya
keabahnya itu kenapa dilarang masuk Islam? Kata abahnya: tanah kita
sudah diambil, rumah kita sudah diambil, pasar kita sudah dikuasai oleh
mereka, kalau mereka masuk Islam masjid kita juga diambil, habis kita
punya itu, kita harus pertahankan yang namanya warisan nenek moyang kita
itu, satu-satunya property yang kita miliki.
Jadi yang mau kita kerjakan disini adalah masyru’ lil jami’. Dan karena itu yahtaju ila musyarakatil jami’. Karena yahtaju ila musyarakatil jami’, itu yang kita maksud dengan partnership itu, karena itu kira harus main step by head – satu langkah kedepan-. Dari sekedar musyarakah menjadi isyrak.
Kita adalah shohibul masyru, yang lainnya investor, ikut saham dari awal, tapi kita project ownernya,
orang lain ikut bersama kita. Semua orang memberikan kontribusi sesuai
dengan hajatnya. Dan inilah yang dimaksud dengan unsure tabadul lil maslahah dalam politik itu.
Seperti yang sering saya ulang-ulang, kalau antum datang kepada
orang minta sumbangan bangun masjid orang itu bilang sekarang belum ada
duit, tahun depan baru ada. Kan masjidnya harus ditunda tahun depan,
nanti tahun depan dia sudah punya duit antum datang lagi kesana dikasih antum duit satu tahun. Masjid selesai antum kasih laporan, kita foto masjidnya sudah jadi, laporan keuangan lengkap. Antum dapat
pahala amal dan orang itu dapat pahala infak, kemudian orang itu bilang
kamu tidak kaya karena bangun masjid, karena uangnya tidak dikorupsi
jadi kita dua-duanya dapat pahala.
Tapi kalau antum datang ke orang minta sumbangan untuk pemilu orang itu bilang gak punya duit pemilunya bias ditunda gak? Gak bisa kan. Kalau antum dikasih duit, setelah itu antum jadi anggota dewan, waktu jadi anggota dewan antum terima
gaji katakanlah 37 juta atau 50 juta dengan tambahan lain-lainnya
sebulan, dikali 12 bulan (dalam setahun), dikali 5 tahun (50X12X5).
Berapa totalnya? 3 Milyar. Dikali anggota ke dewan, 3 M dikali 50
(3X50), berarti 150 M. Jadi orang-orang melihat PKS berduit, karena kita
kasih infak buat PKS, yang dikasih PKS buat kita apa?
Kalau ada satu ikhwah dalam waktu 5 tahun punya duit 3 M,
dipotong berapa persen buat partai? Ambil setengahnya buat partai, satu
setengah buat partai, satu setengah buat kita, bagi lima tahun paling
tidak setor 25 juta sebulan, kalau antum punya mobil 1,5 M dalam 5
tahun kira-kira punya mobil apa? Ini tetangga yang lihat, yang ikut
teriak-teriak, wah ada kemajuan dari shahib saya, itu tidak bisa dihindari, gak bisa ditutupi, orang-orang menyaksikan. Itulah sifat mu’amalah maliyah dalam politik.
Ada ikhwah masuk tadinya anggota dewan, gak punya mobil, sekarang
punya mobil 2,3,5 dan seterusnya, orang-orang yang ikut nyumbang itukan
lihat begitu, ah…kau sudah sejahtera sekarang. Terus maslahat yang didapat itu apa?
Itulah pertanyaan orang ikhwah sekalian. Itulah bedanya muamalah. Makanya unsur tabadulul maslahah dalam politik yang tidak bisa kita hindari karena sifatnya, tabiatnya begitu; tabiat muamalahnya, sifat uang yang beredar.
Ada buku Ibnu Khaldun tentang ini! “al-kasbu wal maisyah”. Mukaddimah ibnu Khaldun, antum baca bab al-kasbu wal maisyah, antum lihat bagaimana sifat uang itu diterangkan oleh Ibnu Khaldun!!
Kita disini tidak sedang bicara soal yang sangat sempit. Tapi kita bicara yang skala luas, nah kalau ingin bicara dari strategi partnership kira-kira polanya itu begini; strategi partnership ini sebenarnya bukan ide baru, ini konsepnya rabtul amm di kaderisasi, ini ide ada dalam bisnis, ide dalam politik, ide dalam skala global, kalau antum lihat Negara-negara Amerika utara, tengah dan selatan bikin misalnya NAFTA, APEC untuk Pasifik, itu strategic partnership.
Itu semuanya ide partnership, nah sekarang kita ingin coba menggagas. Caranya kita menjadi besar itu adalah bertumbuh menjadi besar, menjadi leading party melalui partnership. Nah untuk membuka strategi partnership ini.
Pertama kali keterbukaan dulu supaya orang merasa diterima di PKS dan
supaya semua orang bisa menerima PKS. Jadi isu keterbukaan itu adalah
isu untuk menghilangkan barrier. Menghilangkan dulu entry barrier ke PKS itu apa? Itu dulu yang kita hilangkan.
Apa hambatan orang masuk kepada kita, dan apa hambatan kita masuk kepada
orang lain. Ada orang-orang yang menganggap PKS itu kumpulan manusia
semi malaikat, makanya tidak terjangkaulah para artis seperti kita ini.
Makanya artis-artis yang maju hanya dipakai pada pemilu, dipajang sebagai etalase habis itu ditinggal karena komunitas itu.
Nah kalau berrier ini bisa kita hilangkan. Sekarang kita coba bagaimana power itu
kita bangun. Ambillah PKS disini, yang pertama-tama kita perlukan itu
adalah kita bagi dua sumbernya kakinya PKS akan seperti kira-kira itu.
Disini ada investor, dari kalangan pelaku utama pasar. Disini ada
militer disini. Ada informal leader. Dan disini ada para professional. Termasuk di dalamnya adalah para birokrat.
Nah ini (investor dan militer) fungsinya untuk menjadi financial dan security support, dan ini (informal leader dan professional) menjadi front linner, orang yang ada digaris depan, wajahnya PKS ke depan itu ini. Gabungan antara informal leader dan para professional, dibelakangnya itu mesti ada support, ini yang kita sebut dengan political capital dan ini yang kita dengan social capital.
Dan disini ikhwah sekalian yang disebut dengan masyarakat, atau dalam terminology pemilu kita sebut dengan votter, jadi dengan demikian PKS punya 4 kaki; dua supporting sistemnya dan dua front linnernya.
Jadi kita perlu menyatu dulu dengan ini (investor dan militer); back up dulu disini, kita punya proposal, tapi kita perlu merekrut informal leader sama professional disini. Yang akan jadi front linner PKS, resepsionisnya PKS, dan disitu harus gagah, yang ini gak perlu kelihatan, tapi back up, kunci-kuncinya ada disini… ini yang bicara kemana-mana; PKS bukan ancaman. Shohib. Dan ini yang bicara kemana-mana PKS bukan ancaman buat pasar. Bisnismen. Kalau antum diterima di militer, diterima di pasar, tahap awal pertama selesai. Selanjutnya publik, kalau antum punya profesional disini, antum menjalankan instutusi Negara, seperti yang saya sebutkan tadi distance negara itu ada tiga, politisi, militer dan pengusaha. Inilah social capital tapi inikan semuanya dari orang sipil.
Informal itu bisa politisi, selebrity, bisa ulama bisa
macam-macam, itu semua kita gabung, kita ramu jadi satu, jadi satu
kekuatan, apa pekerjaan utama PKS disini? Atau hafal kalimat ini “The Match maker” kita keluar dari sini, naik dari calo menjadi match maker.
Jadi waktu kita berhadapan dengan mereka, yang ada di kepala kita itu
bagaimana mendayagunakan sumber daya semuanya untuk kepentingan proyek
ini. Itu sebabnya kenapa narasi itu kapasitas yang tidak boleh hilang
dari kita karena itu syarat utama jadi leader, kapasitas kita gabung antara kita dengan orang.
Tapi untuk ide mesti dari kita itu, itu kuncinya, inilah yang
menjelaskan kenapa Soekarno memimpin semuanya, dia yang punya ide yang
lain semuanya ikut, datang dengan kapasitasnya masing-masing, kita yang
punya project, kita yang punya narasi dan kita yang punya ide dan orang lain datang. Nah untuk tidak terlalu banyak ada bagusnya antum endapkan dulu.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !